Minggu, 14 April 2013

Herbal



Duan Kelor, Sumber Pangan Lokal Kaya Nutrisi
Oleh: Dra. Heatiningsih
Guru TPHP SMK N 2 Tangerang


Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi < 70 % dari rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 . Ketahanan pangan adalah tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa, sehingga upaya mewujudkannya harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah.
Kelor (Moringa oleifera) adalah tumbuhan yang berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika, Asia Barat, Amerika dan New Zealand. Kelor biasanya disebut hanya sebagai Moringa (Tamil murungai), merupakan varietas yang paling banyak dibudidayakan dari genus Moringa. Kelor di Asia berasal dari Famili Moringaceae . Kelor merupakan pohon sayuran yang sangat bergizi, memiliki berbagai manfaat potensial. Pohon itu sendiri agak ramping dengan cabang-cabang yang tumbuh terkulai tinggi sekitar 10 m, namun biasanya dipotong kembali setiap tahun satu meter atau kurang dan dibiarkan tumbuh kembali, sehingga polong dan daun tetap dalam jangkauan.
Daun kelor bisa menjadi sumber zat gizi untuk semua kelompok umur. Di beberapa belahan dunia misalnya Senegal dan Haiti, daun kelor diberikan untuk mengatasi masalah gizi buruk pada anak-anak, wanita hamil dan menyusui. Fuglie (2005) melaporkan bahwa cukup dengan 8 gram serbuk daun kelor sehari dapat memberikan kontribusi zat gizi kepada balita (1-3 tahun) yaitu 14% protein, 40% kalsium, 23% besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A. Sedangkan dalam 100 gram bubuk serbuk daun kelor dapat memberikan lebih dari sepertiga kebutuhan kalsium, besi, protein, tembaga, beleran dan vitamin B wanita usia subur.
Telah dilaporkan dari proyek penelitian WHO (World Health Organization) bahwa kelor mampu membantu mengatasi malnutrisi pada anak-anak di beberapa Negara Afrika dengan pemanfaatan serbuk daun kelor. Kelor selain mudah diperoleh dan tanpa biaya tinggi, mampu membantu recovery secara cepat pada anak-anak malnutrisi dibandingkan dengan ibu-ibu yang memberikan nutrisi modern seperti susu bubuk, minyak goreng dan gula. Penelitian di beberapa negara menunjukkan serbuk daun kelor berperan dalam memperbaiki sistem imun. Di India kelor sudah dijadikan tanaman obat (Indian Herbs) sejak puluhan tahun dan telah dilakukan analisa terhadap kandungan zat-zat bioaktif kelor serta fungsinya. Salah satu dari 49 phytonutrient yang telah dianalisa adalah beta carotene yang berfungsi sebagai phagocitotic activity.
Daun kelor sebagai sumber vitamin dan mineral dapat dikonsumsi dengan cara  dimasak atau dimakan mentah atau dikeringkan menjadi serbuk daun kelor. Sebagai upaya diversifikasi pangan, daun kelor yang telah dijadikan serbuk dapat disubtitusikan dengan bahan lain dalam pembuatan aneka olahan, misalnya dalam pembuatan kue sagu. Kue sagu merupakan salah satu jenis penganan yang banyak digemari masyarakat, subtitusi serbuk daun kelor hingga prosentase tertentu diharapkan mampu meningkatkan kandungan nutrisi kue sagu sekaligus sebagai upaya pemanfaatan daun kelor yang merupakan sumber pangan lokal yang memiliki potensi nilai gizi yang tinggi.


UN




RENUNGAN AKHIR PEKAN
BAGI PARA PELAJAR, ORANG TUA, GURU DAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN.




SEANDAINYA ....

ya seandainya saja sistem pendidikan kita bisa mencetak lulusan SMA/SMK yg bisa berpikir seperti ini; berpidato seperti ini dan bukan seperti di gambar ini sebagai perayaan bagi kelulusannya...


Mungkin negeri ini bisa segera sembuh dari penyakitnya....

BERIKUT PIDATO ANAK SMA DALAM ACARA KELULUSANNYA:

Pidato Kelulusan Pelajar SMA yang menggetarkan dan menggugat kesadaran kita atas makna sistem pendidikan, pidato ini diucapkan oleh Erica Goldson, pelajar di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010.

“Saya lulus, Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya.

Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya.

Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam MELAKUKAN APA YG DIPERINTAHKAN GURU kepada saya dan juga dalam hal MENGIKUTI SISTEM YANG ADA.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini.
Saya akan pergi, di musim dingin ini dan menuju tahap rencana berikut yang akan datang kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – BUKAN SEORANG PEKERJA. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya.

Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara sangat baik.

Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai untuk selalu mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu.

Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi dan tujuan yg jelas, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan dan kewajiban untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, memenuhi keinginan orang lain, sekolah dan mungkin orang tua saya, bukan untuk belajar dalam arti yg sesungguhnya.

Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”



Kamis, 11 April 2013

PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN



PENERAPAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL
PEMECAHAN MASALAH LINGKUNGAN HIDUP
DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI.

Oleh : Muntap Suyanto, S.Pd

1.      Diupayakan menggunakan lampu hemat energi sebagai penerangan di rumah dan kantor.
2.   Tidak menyalakan lampu penerangan saat cuaca cerah atau siang hari, baik di rumah ataupun di kantor.
3.   Memperbanyak ventilasi di rumah atau kantor untuk sirkulasi udara dan menghemat pemakaian AC atau kipas angin.
4.     Selalu mematikan peralatan yang terkait dengan listrik saat tidak digunakan, misalnya lampu, kipas angin, AC, TV, Komputer/Laptop, dan lain-lain.
5.    Menggunakan air secara bijaksana dan memanfaatkan air bekas cucian beras, sayur dan wudhu untuk penyiraman tanaman.
6.      Menggunakan air bekas minuman aqua untuk menyiram pohon.
7.      Mengurangi penggunaan kemasan dari plastik, kertas dan sterofoam.
8.     Menggunakan kertas bekas untuk membuat konsep-konsep laporan atau desain.
9.   Mengumpulkan botol dan gelas plastik untuk dikirim ke bank sampah atau lembaga sosial yang mengelola limbah plastik.
10.   Menggunakan kantung plastik bekas untuk wadah barang-barang atau alat-alat.
11. Menggunakan kardus bekas untuk menyimpan buku-buku atau barang-barang /alat-alat.
12.  Melakukan riset ilmiah tentang energi alternatif, misal biogas dari bahan sampah organik.
13.   Melakukan riset ilmiah pembuatan pupuk organik cair dari tumbuh-tumbuhan liar dan sampah-sampah organik.
14. Memanfaatkan lahan, baik di rumah atau di sekolah untuk menanam pohon yang bermanfaat, baik untuk konservasi, penanggulangan pencemaran ataun tanaman produktif.
15.  Mengolah sampah dapur atau daun-daunan untuk dibuat kompos, baik menggunakan keranjang takakura, komposter ataupun lubang biopori.
16. Berusaha mengkonsumsi produk makanan organik dan mengurangi makanan yang mengandung bahan kimia tambahan/pengawet/pewarna atau penyedap.
17.   Menggunakan kendaraan yang lolos uji emisi dan menggunakan BBM yang kualitas baik.
18.   Menggunakan transportasi umum, untuk menghemat BBM.
19.  Memberi contoh langsung perilaku ramah lingkungan kepada siswa di sekolah dan kepada anak di rumah.
20. Menulis dalam media untuk mengajak masyarakat/pembaca menyadari pentingnya  kepedulian kita terhadap masalah lingkungan hidup.
21. Mengikuti aksi lingkungan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup.
22.  Tidak membakar sampah, untuk mengurangi polusi udara penyebab global warming.
23.  Mengurangi konsumsi produk peternakan, untuk mengurangi terbentuknya gas methan dan banyka mengkonsumsi hasil tanaman ataupun perikanan.
24. Mengurangi penggunaan kertas dalam berkomunikasi, dan mengganti dengan    memperbanyak menggunakan e-mail atau SMS.
25.  Membiasakan siswa menggunakan kertas bekas (kalender yang baliknya kosong/kertas bekas lainnya) untuk menjawab ulangan ataupun menyelesaikan tugas (PR).
26. Membiasakan siswa untuk menanam dan merawat pohon, baik di sekolah atau di  rumahnya.
27.  Menganjurkan siswa untuk membawa botol minuman dari rumah.
28. Menganjurkan siswa untuk melakukan tindakan 4 R (Reuse, Reduce, Recycle dan Replace) dimana saja mereka berkesempatan.
29.  Mengurangi penggunaan kayu untuk bahan bangunan di rumah.
30. Membuat resapan air, dengan mengadakan sumur resapan ataupun membuat lubang resapan biopori (LRB) baik dirumah, lingkungan ataupun sekolah.
31.   Menanam tanaman obat (TOS/TOGA) sebagai pengganti obat-obatan kimiawi.
32.  Mengolah hasil tanaman obat agar mudah dikonsumsi.
33. Dalam mengajar di kelas selalu mengkaitkan materi pelajaran dengan konsep lingkungan hidup.
34. Membiasakan siswa di kelas untuk peduli sampah dan kebersihan serta masalah lingkungan selama 10 menit sebelum pembelajaran dimulai.
35.    Memberi tugas siswa untuk membuat makalah ilmiah tentang permasalahan lingkungan (isu lokal dan isu global).